Setelah mempelajari materi II, mahasiswa dapat mengembangkan kepribadian dengan cara menguasai pengetahuan tentang menulis karangan ilmiah, semi populer, dan nonilmiah dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar
A. PENGANTAR
Menulis karangan adalah kegiatan menulis usulan-usulan yang benar berupa pernyataan-pernyataan tentang fakta, kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari fakta dan merupakan pengetahuan. Terdapat tiga golongan karangan, yaitu ilmiah, ilmiah popular, dan nonilmiah. Berikut akan penulis jelaskan golongan demi golongan.
B. KARANGAN ILMIAH
1. Pengertian, Ciri, dan Bentuk Karangan Ilmiah
Karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum yang ditulis menurut metodologi dan penulisan yang benar adalah pengertian karangan ilmiah. Ciri-ciri karangan ilmiah yaitu:
a. sistematis;
b. objektif;
c. cermat, tepat, dan benar;
d. tidak persuasif;
e. tidak argumentatif;
f. tidak emotif;
g. tidak mengejar keuntungan sendiri;
h. tidak melebih-lebihkan sesuatu.
Bentuk karangan ilmiah dapat berupa makalah, usulan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi. Makalah adalah karangan ilmiah yang membahas suatu topik tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup perkuliahan, seminar, simposium, atau pertemuan ilmiah lainnya. Makalah terdiri atas judul karangan, abstrak, pendahuluan, pembahasan, simpulan, dan daftar pustaka.
Usulan penelitian atau proposal adalah usulan tentang suatu hal sebagai rencana kerja atau penelitian yang dituangkan dalam bentuk rancangan penelitian. Usulan penelitian memuat judul, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, hipotesis, metode penelitian, jadwal kegiatan, sistemetika penulisan, dan daftar pustaka.
Skripsi adalah pelatihan pembuatan karangan ilmiah yang berupa naskah teknis sebagai persyaratan bagi calon sarjana. Tesis adalah karangan ilimiah yang menitikberatkan pada metodologi penelitian dan metodologi penulisan. Disertasi adalah karangan ilmiah yang selain mementingkan metodologi penelitian dan penulisan juga harus menemukan paradigma baru tentang suatu ilmu.
2. Metode ilmiah
Metode ilmiah adalah garis-garis pemikiran yang bersifat konseptual dan prosedural. Konseptual berarti memiliki gagasan orisinil, sedangkan prosedural berarti memulai dengan observasi dan mengakhiri dengan pernyataan-pernyataan umum. Suatu hal yang harus dipegang teguh dalam menerapkan sikap ilmiah adalah konsistensi. Tujuan mempelajari metodologi penulisan karangan ilmiah:
a. meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasikan dan menyajikan fakta secara sistematis;
b. meningkatkan keterampilan dalam menulis berbagai karya tulis;
c. meningkatkan pengetahuan tentang mekanisme penulisan karangan ilmiah.
Selanjutnya, sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh seoarang peneliti yaitu ingin tahu dan kritis; terbuka dan objektif; menghargai karya orang lain; berani mempertahankan kebenaran; sikap menjangkau ke depan.
3. Pelaksanaan Penulisan Karangan Ilmiah
Langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu membuat timbangan pustaka, menentukan masalah, memcahkan masalah, membentuk hipotesis, menguji hipotesis, dan menerbitkan hasil penelitian. Timbangan pustaka adalah menimbang atau menilai hasil-hasil penelitian yang telah dikerjakan oleh orang lain untuk dibahas dan disimpulkan. Persyaratan penimbang pustaka yaitu berpengetahuan dalam bidangnya, berkemampuan menganalisis, berpengetahuan dalam acuan yang sebanding. Timbangan pustaka ini berguna untuk mengetahui letak masalah yang kita kemukakan dalam ruang yang sama.
KARANGAN ILMIAH POPULER
1. Pengertian, Ciri, dan Bentuk Karangan Ilmiah Popular
Karangan ilmiah popular atau semiilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta pribadi dan ditulis menurut metodologi penulisan yang benar. Karangan jenis semiilmiah biasa dinamai ilmiah popular. Ciri-ciri karangan ilmiah popular:
a ditulis berdasarkan fakta pribadi,
b fakta yang disimpulkan subyektif,
c gaya bahasa formal dan popular,
d mementingkan diri penulis,
e melebihkan-lebihkan sesuatu,
f usulan-usulan bersifat argumentatif, dan
g bersifat persuasif.
2. Contoh Karangan Ilmiah Popular
Bentuk karangan semiilmiah atau ilmiah popular yaitu artikel, editorial, opini, tips, dan resensi buku. Berikut adalah resensi buku berupa apresiasi berupa apresiasi terhadap sebuah karya sastra. Resensi buku adalah bentuk kombinasi antara uraian, ringkasan, dan kritik objektif terhadap sebuah buku. Klasifikasi pembuatan resensi buku ilmiah yaitu ringkasan, deskripsi, kritik, apresiasi, dan praduga. Klasifikasi pembuatan resensi buku nonilmiah seperti puisi dan novel yaitu ringkasan, deskripsi, kritik, dan apresiasi.
KARANGAN NONILMIAH
1. Pengertian, Ciri, dan Bentuk Karangan Nonilmiah
Karangan nonilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri karangan nonilmiah:
a. ditulis berdasarkan fakta pribadi,
b. fakta yang disimpulkan subyektif,
c. gaya bahasa konotatif dan populer,
d. tidak memuat hipotesis,
e. penyajian dibarengi dengan sejarah,
f. bersifat imajinatif,
g. situasi didramatisir, dan
h. bersifat persuasif.
2. Contoh Karangan Nonilmiah
Dongeng, cerpen, novel, drama, dan roman adalah contoh karangan nonilmiah. Berikut penulis kutipkan cuplikan novel Hantu Jeruk Purut karya Yennie Hardiwidjaja dan synopsis telenovela Maria Mercedes.
BAHASA KARANGAN ILMIAH, ILMIAH POPULER, DAN NONILMIAH
“Kecermatan dalam berbahasa mencerminkan ketelitian dalam berpikir” adalah slogan yang harus dipahami dan diterapkan oleh seorang penulis. Melalui kecermatan bahasa gagasan atau ide-ide kita akan tersampaikan. Oleh karena itu, penguasaan bahasa amat diperlukan ketika Anda menulis.
Bahasa dalam karangan ilmiah menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi. Ciri-ciri ragam resmi yaitu menerapkan kesantunan ejaan (EYD/Ejaan Yang Disempurnakan), kesantunan diksi, kesantunan kalimat, kesantunan paragraph, menggunakan kata ganti pertama “penulis”, bukan saya, aku, kami atau kita, memakai kata baku atau istilah ilmiah, bukan popular, menggunakan makna denotasi, bukan konotasi, menghindarkan pemakaian unsur bahasa kedaerahan, dan mengikuti konvensi penulisan karangan ilmiah.
Terdapat tiga bagian dalam konvensi penulisan karangan ilmiah, yaitu bagian awal karangan (preliminaries), bagian isi (main body), dan bagian akhir karangan (reference matter).
Berbeda dengan karangan ilmiah, bahasa dalam karangan semiilmiah/ilmiah popular dan nonilmiah melonggarkan aturan, seperti menggunakan kata-kata yang bermakna konotasi dan figurative, menggunakan istilah-istilah yang umum atau popular yang dipahami oleh semua kalangan, dan menggunakan kalimat yang kurang efektif seperti pada karya sastra. Berikut perbandingan istilah ilmiah dan popular.
KATA ILMIAH KATA POPULER
Metode
Prosedur
Sahih
Fonem
Populasi
Stadium
Karbon
Produk
Volume
Makro
Paradigma
Cara
Lankah-langkah
Sah
Bunyi
Penduduk
Tahapan
Orang
Hasil
Isi
Besar
Pandangan.
Minggu, 24 Oktober 2010
Sindroma Balint (penyakit mata)
Sindroma balint merupakan suatu sindrom yang utamanya terdiri dari simultanagnosia, ataksia optik, disorientasi spasial , dan hemispasial neglek. Banyak gejala gejala penyerta lainnya , namun keberadaan 2 dari gejala diatas ditambah dengan disorientasi spasial sudah memenuhi syarat untuk ditegakkannya diagnosis sindroma balint .
Sindroma ini terjadi akibat kerusakan dari kedua lobus parietal , dengan faktor etiologi yang sangat beragam . Tidak ada suatu metode terapi yang khusus dapat menyembuhkan sindroma ini kecuali memperbaiki penyakit yang mendasarinya , dan prognosis yang dimiliki juga tergantung dari penyakit yang mendasarinya , namun biasanya buruk
Kata kunci : sindroma balint – manifestasi klinis – penatalaksanaan
Abstract
Balint syndrome is a syndrome which contain simultanagnosia, optic ataxia, spasial disorientation, and neglect hemispatial .There are a lot of clinical manifestation follow them , but for work of diagnostic purpose , we just need 2 of them and add spatial disorientation. This syndrome occur biparietal damage, cause a several number of etiologic factors.
There are not specific therapy, except to manage its underlying desease, and prognostic factor for this circumstasnces usually poor .
Keywords : balint syndrome – clinical manifestation – management
Pendahuluan
Sindroma Balint merupakan sindroma yang timbul karena kerusakan kedua sisi lobus parietal, yang pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Hungaria bernama Reszo Balint pada tahun 1909 .(1) Saat itu ia menyadari bahwa pasiennya memiliki keterbatasan dalam penglihatannya dimana pesien tidak dapat melihat lebih dari satu obyek pada waktu yang bersamaan, disertai ataksia optik, dan ketidakmampuan pasien untuk menjangkau obyek yang letaknya berhadapan dengan dirinya .
Dalam ilustrasinya , Balint mengungkapkan sewaktu dilakukan pemeriksaan terhadap si pasien dengan dua buah benda yang saling melekat satu sama lain ( misalnya sisir dan sendok ) , maka si pasien hanya melihat benda yang didepannya saja , apabila percobaan tersebut diulang lagi , dengan sebelumnya kedua benda tersebut diturunkan ; maka pasien tampak kebingungan , karena ia malah tidak melihat kedua benda tersebut , namun yang ia lihat benda yang terletak lebih di belakang lagi dari kedua benda yang melekat itu ; yaitu papan tulis yang penuh dengan coretan tulisan dengan menggunakan kapur .
Simultanagnosia yang terjadi pada pasien pasien tersebut ternyata tidak terpengaruh terhadap lapang pandang yang dimilikinya ; karena pada pemeriksaan lebih lanjut , tampak lapang pandang intak dengan pemeriksaan menggunakan satu obyek ; dan dari penelitian lebih lanjut tampak bahwa simultanagnosia juga tidak terpengaruh terhadap besar obyek yang dilihat ; jadi pasien dapat saja melihat entah itu semut atau gajah selama hanya satu obyek tunggal.
Sindroma biparietal yang terkena ini , ternyata juga timbul dari adanya hemispasial neglect dan kekacauan kata kata yang diderita pasien . Lebih lanjut akan kita diskusikan , hal hal apa saja yang membangkitkan sindroma ini , dan analisa hipotesis yang mendasari terjadinya keadaan ini .(2)
Etiologi dan anatomi sindroma Balint
Secara anatomi , tidak hanya lesi yang dapat menyebabkan hemispasial neglect ( utamanya pada daerah perbatasan temporoparietal ) yang dapat menyebabkan sindroma ini , tapi juga lesi lesi bilateral yang memiliki jaras penghubung pada area asosiasi posterior didaerah kortek. Lesi didaerah oksipitoparietal , yang mengenai gyrus angularis pada lobus oksipital dorsorostral , lalu area precuneus juga dapat menyebabkan sindroma ini , dengan penyebaran kearea girus temporalis superior . (1,2,3)
Apabila sindroma Balint terjadi tanpa hemispasial neglect , maka kemungkinan penyebab terbesar , kerusakan melibatkan daerah kuneus dan prekuneus dari perbatasan parieto-oksipital , dan girus angularis pada kedua belah sisi otak besar .(3)
Keterlibatan girus parieto-oksipital dalam hal ini , dapat terjadi akibat stroke akibat emboli jantung, penetrasi peluru , dan hal hal lainnya ; hal ini disebabkan karena girus ini terletak pada daerah yang diperdarahi arteri otak bagian medial dan posterior , sehingga sebab sebab lainnya yang disebut diatas dapat pula mencakup akibat hipoperfusi cerebral secara global , oligemia yang disebabkan hipoksia , hiperglikemia, peningkatan asidosis laktat disepanjang daerah tersebut .(3)
Suatu keadaan yang timbul terkait dengan operasi by-pass jantung yang dijalani pasien , sehingga yang bersangkutan mengalami syok kardiogenik sehingga menyebabkan hipotensi dan hipoksia sering terjadi dan memicu timbulnya sindroma Balint yang tidak disadari .
Sebab lainnya adalah suatu glioma yang bercorak kupu kupu , yang timbul di satu sisi lobus parietal dan menyebar ke lobus parietal diseberangnya , melewati korpus kallosum ; apabila dilakukan radiasi pada keadaan tersebut , maka nekrosis yang timbul akibat radiasi tersebut , dapat juga menyebabkan keadaan ini .(1,2,4)
Penyakit penyakit degeneratif, seperti alzheimer sudah dilaporkan dapat menyebabkan sindroma Balint .
Kelainan kelainan yang seringkali ditemukan pada sindroma ini , karena terkait dengan kerusakan pada bagian bagian otak yang sudah disebutkan diatas , sudah banyak dilaporkan dalam berbagai kepustakaan ; diantara kelainan kelainan tersebut ialah agnosia asosiatif, prosopagnosia, alexia, gangguan lapang pandang, dan beberapa gangguan kognitif . Dengan banyaknya kelainan penyerta yang timbul , seringkali pemeriksan kesulitan menegakkan suatu diagnosa sindroma Balint ; namun Holmes dan Horax mengatakan bahwa ,apabila sudah dipenuhi 2 tanda utama dari keadaan ini yaitu gangguan konstriksi atensi pada visual ( yang mencakup simultanagnosia dan ataksia optik ) serta disorientasi spasial ; maka penegakkan diagnosa sindroma ini sudah sangat memadai .
Kelainan kelainan yang sering timbul pada sindroma Balint
Bila sindroma ini sudah masuk dalam stadium berat , penderita akan tampak seperti orang buta , tidak ada reflek ancam , gaya berjalan tampak seperti orang sempoyongan , dan tidak dapat mempertahankan posisi bila berhadapan dengan lawan bicaranya secara frontal . Pada pemeriksaan , bila pemeriksan tenang dan sabar, dengan meletakan obyek didepan pasien hingga matanya mampu memfiksasi obyek tersebut ( tanpa ada obyek lainnya ) , pasien mulai menyadari dan mampu melihat obyek tersebut , namun pada saat itu , pasien betul betul tidak akan melihat disekeliling obyek yang dilihat , sehingga perhatiannya hanya terfokus pada obyek tersebut .
Pada suatu pemeriksaan sindroma balint yang sudah cukup berat ; pernah seorang pasien disuruh untuk menggambar suatu obyek diatas kertas gambar. Keesokan harinya begitu pemeriksa memperlihatkan gambar yang telah dibuat pasien , dengan sedikit terkesima penuh kekaguman, pasien memiringkan kepalanya, dan memicingkan matanya , dan berujar kepada si pemeriksa ,” dokter, saya tidak melihat gambar apapun yang ada , namun apabila bentuk yang dokter maksud itu adalah pola dan corakan serat serat kertas yang ada dihadapan saya ; maka corakan tersebut memang sangat mengagumkan “.(4)
Gangguan konstriksi atensi pada visual : Simultanagnosia
Holmes dan Horax , memeriksa seorang veteran perang dunia I berumur 30 tahun , dengan bekas luka tembak yang menembus gyrus parieto-oksipital , dan menulis kesimpulannya bahwa pasien hanya dapat melihat satu objek pada satu waktu .(2,3,4)
Coslett dan Saffran , melukiskan bahwa pasien yang ia periksa tidak saja sangat terganggu dengan pola penglihatannya sekarang dimana pasien hanya dapat melihat satu orang pada acara televisi yang pasien tonton , tapi juga pasien sering kebingungan apabila membaca rangkaian kata ; begitu juga pada saat menulis , karena seringkali pasien melihat ujung pensilnya hilang berganti dengan corakan kertas , dan berganti lagi dengan huruf yang ia tulis .
Lebih lanjut , Holmes dan Horax menemukan bahwa pasien sindroma Balient tidak dapat membedakan besar-lecil, panjang-pendeknya sebuah benda , bukan karena tidak dapat memperbandingkannya ,namun lebih karena tidak ada obyek yang dapat dipergunakan sebagai obyek pembandingnya.(3)
Sehingga dapat dikatakan simultanagnosia adalah suatu padanan yang digunakan untuk melukiskan adanya kelainan dalam mengintegrasi suatu pola pandangan . Namun perlu dicatat , bahwa menurut Wolpert , suatu simultanagnosia saja , tidak hanya terjadi pada sindroma balint , karena setiap lesi yang terjadi pada kortek parieto-oksipital sebelah kiri , seringkali menyebabkan simultanagnosia ; sementara Farah mengatakan bahwa simultanagnosia pada sindroma Balint lebih tepat disebut dorsal dan ventral simultanagnosia , yang merupakan suatu kelainan akibat lesi di parieto-oksipital kiri dan menyebar kedaerah lobus oksipital , sehingga pasien pasien sindroma balint yang menderita simultanagnosia , tidak hanya tidak dapat melihat lebih dari satu obyek pada saat yang bersamaan , tapi juga terdapat suatu disorientasi spasial , dimana ia tidak tahu mengenai letak obyek tersebut atau kemana harus mencari keberadaan obyek tersebut .
Disorientasi spasial
Holmes dan Horax mengatakan bahwa disorientasi spasial merupakan tanda utama dari sindroma Balint . Mereka melukiskan , bahwa pada pemeriksaan terhadap seorang pasien yang menderita sindroma Balint , bahwa pasien itu sedang berada beberapa meter dari tempat tidurnya , begitu disuruh kembali untuk merubah arahnya menuju tempat tidurnya ; si pasien berbalik, dengan kebingungan mencari dimana tempat tidurnya ; begitu menemukan tempat tidurnya , dan pada saat ia mulai melangkah ; isi pasien berkata ; bahwa ia harus mencari kembali dimana posisi tempat tidurnya . (8)
Tidak pelak lagi , bahwa kedua gangguan ini (simultanagnosia dan disorientasi spasial ) merupakan suatu masalah yang cukup serius bagi pasien dalam menjalani kehidupannya sehari hari .
Pergerakan mata yang bermasalah
Pergerakan okulomotor yang bermasalah , juga kerapkali timbul dalam sindroma Balint , seperti gangguan fiksasi, sakadik , pergerakan pursuit dan bola mata . Dengan pasien yang tidak dapat mempertahankan fiksasi kedua bola matanya , maka kemungkinan terjadinya sakadik cukup besar , sehingga akan membuat penghayatan persepsi penglihatan yang kacau karena pergerakan bola mata yang kacau .(2,4)
Holmes dan Horax melukiskan , bahwa dalam pemeriksaan pasien mereka ; si pasien dapat memfiksasi pandangannya terhadap satu obyek ; namun apabila tempat dari obyek tersebut di gerakan / diubah / digeser dengan cepat ; maka si pasien akan kehilangan pandangannya terhadap obyek yang bergerak itu , tidak masalah apakah pergeseran itu hanya beberapa derajat .
Ataksia Optik
Pada penderita sindroma Balint , terdapat ketidakmampuan untuk menjangkau obyek . Dalam salah satu tulisannya , Holmes dan Horax melukiskan, bahkan sesaat setelah melihat sendok, pasien tidak dapat melihat lurus ke sendok tersebut, dan saat mencoba menjangkaunya, gerakannya sangat tidak akurat , karena dilakukan dengan cara tangannya meraba raba mencari sendok tersebut, hingga menyentuh sendok . (2,3)
Atau contoh lainnya ; berikan pasien penderita sindroma ini sebuah pensil ; lalu minta kepadanya untuk menggambarkan sebuah titik pada lingkaran yang sudah tergambar diatas kertas . Pasien dengan sindroma Balint tidak akan bisa melakukan hal tersebut , bukan karena ketidaktahuannya akan bentuk lingkaran atau fungsi dari pensil , namun lebih karena ia tidak tahu atau tepatnya tidak dapat melihat bentuk lingkaran .(2)
Kelemahan persepsi
Holmes dan Horax menemukan kelainan ini bersama dengan disorientasi spasial . Dikarenakan pasien pasien dengan sindroma ini , tidak dapat melihat dua benda secara bersamaan , maka iapun tidak dapat memperkirakan benda mana yang lebih besar dari lainnya , benda mana yang paling dekat dengannya ; namun tidak demikian bila ada satu benda yang diperlihatkan kepadanya . Misalnya kita memperlihatkan pensil , maka pasien akan tahu bagian mana yang diatas atau yang dibawah . Ketidakmampuan persepsi tersebut juga berlaku pada bidang warna .(6,7)
Kontribusi hemisfer kiri terhadap pergeseran atensi terhadap obyek yang dilihat
Egly dan kawan kawan melakukan penelitian ini terhadap pasien pasien penderita sindroma Balint . Dari hasil eksperimen mereka didapat hasil bahwa terdapat pergeseran atensi diantara obyek pada lesi lobus parietal khususnya sebelah kiri . Pada pasien pasien denan lesi unilateral didapatkan pergeseran atensi , dimana respon terhadap kontraletaral terhadap lesi lebih besar daripada ipsilateral . Dari hasil penelitian lebih jauh didapatkan hasil bahwa lobus parietal kanan mengurusi pergeseran atensi berdasarkan lokasi , sementara lobus parietal kiri mengurusi pergeseran atensi berdasarkan obyek . Kinerja yang sinergis diantara kedua lobus tersebut , disebabkan adanya jaras jaras neocorteks yang menghubungkannya . Pada lapang pandang kanan dalam penelitian ini , tidak didapatkan suatu kelainan .(6,7)
Terapi dan Prognosis
Terapi yang kita gunakan dalam penatalaksanaan sindroma ini adalah sangat tidak spesifik , dan kesemuanya harus berawal dari penyakit yang mendasarinya . Sehingga apabila underlying desease yang menyebabkannya sudah kita atasi , diharapkan manifestasi klinis yang timbul dapat membaik .
Demikian pula dengan prognosis yang dimiliki , akan sangat tergantung dari underlying desease yang menyebabkan sindroma ini terjadi , namun biasanya dikarenakan pasien sudah dalam stadium lanjut waktu memeriksakan penyakitnya ke dokter , prognosis yang biasanya terjadi adalah buruk .
Kesimpulan
Seluruh gambaran penting dari sindroma in dapat digolongkan dalam 2 bagian besar , yaitu :
1. penyempitan atensi visual terhadap satu obyek
2. berkutangnya akses terhadap representasi topografik yang berasal dari stimulus visual
terhadap lapang pandang dunia luar maupun memori topografik yang menyertainya .
Keadaan tersebut menyebabkan pasien pasien yang menderita sindroma Balint ini akan melakukan :
1. memiliki keengganan untuk mengenali obyek dan lokasinya
2. proses persepsia yang tidak layak
3. tidak berlakunya representasi spasial dan atensi guna mengenali lingkungan luar yang
berhubungan dengannya .
Tidak ada suatu metode terapi yang khusus dapat menyembuhkan sindroma ini kecuali memperbaiki penyakit yang mendasarinya , dan prognosis yang dimiliki juga tergantung dari penyakit yang mendasarinya , namun biasanya buruk
Sindroma ini terjadi akibat kerusakan dari kedua lobus parietal , dengan faktor etiologi yang sangat beragam . Tidak ada suatu metode terapi yang khusus dapat menyembuhkan sindroma ini kecuali memperbaiki penyakit yang mendasarinya , dan prognosis yang dimiliki juga tergantung dari penyakit yang mendasarinya , namun biasanya buruk
Kata kunci : sindroma balint – manifestasi klinis – penatalaksanaan
Abstract
Balint syndrome is a syndrome which contain simultanagnosia, optic ataxia, spasial disorientation, and neglect hemispatial .There are a lot of clinical manifestation follow them , but for work of diagnostic purpose , we just need 2 of them and add spatial disorientation. This syndrome occur biparietal damage, cause a several number of etiologic factors.
There are not specific therapy, except to manage its underlying desease, and prognostic factor for this circumstasnces usually poor .
Keywords : balint syndrome – clinical manifestation – management
Pendahuluan
Sindroma Balint merupakan sindroma yang timbul karena kerusakan kedua sisi lobus parietal, yang pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Hungaria bernama Reszo Balint pada tahun 1909 .(1) Saat itu ia menyadari bahwa pasiennya memiliki keterbatasan dalam penglihatannya dimana pesien tidak dapat melihat lebih dari satu obyek pada waktu yang bersamaan, disertai ataksia optik, dan ketidakmampuan pasien untuk menjangkau obyek yang letaknya berhadapan dengan dirinya .
Dalam ilustrasinya , Balint mengungkapkan sewaktu dilakukan pemeriksaan terhadap si pasien dengan dua buah benda yang saling melekat satu sama lain ( misalnya sisir dan sendok ) , maka si pasien hanya melihat benda yang didepannya saja , apabila percobaan tersebut diulang lagi , dengan sebelumnya kedua benda tersebut diturunkan ; maka pasien tampak kebingungan , karena ia malah tidak melihat kedua benda tersebut , namun yang ia lihat benda yang terletak lebih di belakang lagi dari kedua benda yang melekat itu ; yaitu papan tulis yang penuh dengan coretan tulisan dengan menggunakan kapur .
Simultanagnosia yang terjadi pada pasien pasien tersebut ternyata tidak terpengaruh terhadap lapang pandang yang dimilikinya ; karena pada pemeriksaan lebih lanjut , tampak lapang pandang intak dengan pemeriksaan menggunakan satu obyek ; dan dari penelitian lebih lanjut tampak bahwa simultanagnosia juga tidak terpengaruh terhadap besar obyek yang dilihat ; jadi pasien dapat saja melihat entah itu semut atau gajah selama hanya satu obyek tunggal.
Sindroma biparietal yang terkena ini , ternyata juga timbul dari adanya hemispasial neglect dan kekacauan kata kata yang diderita pasien . Lebih lanjut akan kita diskusikan , hal hal apa saja yang membangkitkan sindroma ini , dan analisa hipotesis yang mendasari terjadinya keadaan ini .(2)
Etiologi dan anatomi sindroma Balint
Secara anatomi , tidak hanya lesi yang dapat menyebabkan hemispasial neglect ( utamanya pada daerah perbatasan temporoparietal ) yang dapat menyebabkan sindroma ini , tapi juga lesi lesi bilateral yang memiliki jaras penghubung pada area asosiasi posterior didaerah kortek. Lesi didaerah oksipitoparietal , yang mengenai gyrus angularis pada lobus oksipital dorsorostral , lalu area precuneus juga dapat menyebabkan sindroma ini , dengan penyebaran kearea girus temporalis superior . (1,2,3)
Apabila sindroma Balint terjadi tanpa hemispasial neglect , maka kemungkinan penyebab terbesar , kerusakan melibatkan daerah kuneus dan prekuneus dari perbatasan parieto-oksipital , dan girus angularis pada kedua belah sisi otak besar .(3)
Keterlibatan girus parieto-oksipital dalam hal ini , dapat terjadi akibat stroke akibat emboli jantung, penetrasi peluru , dan hal hal lainnya ; hal ini disebabkan karena girus ini terletak pada daerah yang diperdarahi arteri otak bagian medial dan posterior , sehingga sebab sebab lainnya yang disebut diatas dapat pula mencakup akibat hipoperfusi cerebral secara global , oligemia yang disebabkan hipoksia , hiperglikemia, peningkatan asidosis laktat disepanjang daerah tersebut .(3)
Suatu keadaan yang timbul terkait dengan operasi by-pass jantung yang dijalani pasien , sehingga yang bersangkutan mengalami syok kardiogenik sehingga menyebabkan hipotensi dan hipoksia sering terjadi dan memicu timbulnya sindroma Balint yang tidak disadari .
Sebab lainnya adalah suatu glioma yang bercorak kupu kupu , yang timbul di satu sisi lobus parietal dan menyebar ke lobus parietal diseberangnya , melewati korpus kallosum ; apabila dilakukan radiasi pada keadaan tersebut , maka nekrosis yang timbul akibat radiasi tersebut , dapat juga menyebabkan keadaan ini .(1,2,4)
Penyakit penyakit degeneratif, seperti alzheimer sudah dilaporkan dapat menyebabkan sindroma Balint .
Kelainan kelainan yang seringkali ditemukan pada sindroma ini , karena terkait dengan kerusakan pada bagian bagian otak yang sudah disebutkan diatas , sudah banyak dilaporkan dalam berbagai kepustakaan ; diantara kelainan kelainan tersebut ialah agnosia asosiatif, prosopagnosia, alexia, gangguan lapang pandang, dan beberapa gangguan kognitif . Dengan banyaknya kelainan penyerta yang timbul , seringkali pemeriksan kesulitan menegakkan suatu diagnosa sindroma Balint ; namun Holmes dan Horax mengatakan bahwa ,apabila sudah dipenuhi 2 tanda utama dari keadaan ini yaitu gangguan konstriksi atensi pada visual ( yang mencakup simultanagnosia dan ataksia optik ) serta disorientasi spasial ; maka penegakkan diagnosa sindroma ini sudah sangat memadai .
Kelainan kelainan yang sering timbul pada sindroma Balint
Bila sindroma ini sudah masuk dalam stadium berat , penderita akan tampak seperti orang buta , tidak ada reflek ancam , gaya berjalan tampak seperti orang sempoyongan , dan tidak dapat mempertahankan posisi bila berhadapan dengan lawan bicaranya secara frontal . Pada pemeriksaan , bila pemeriksan tenang dan sabar, dengan meletakan obyek didepan pasien hingga matanya mampu memfiksasi obyek tersebut ( tanpa ada obyek lainnya ) , pasien mulai menyadari dan mampu melihat obyek tersebut , namun pada saat itu , pasien betul betul tidak akan melihat disekeliling obyek yang dilihat , sehingga perhatiannya hanya terfokus pada obyek tersebut .
Pada suatu pemeriksaan sindroma balint yang sudah cukup berat ; pernah seorang pasien disuruh untuk menggambar suatu obyek diatas kertas gambar. Keesokan harinya begitu pemeriksa memperlihatkan gambar yang telah dibuat pasien , dengan sedikit terkesima penuh kekaguman, pasien memiringkan kepalanya, dan memicingkan matanya , dan berujar kepada si pemeriksa ,” dokter, saya tidak melihat gambar apapun yang ada , namun apabila bentuk yang dokter maksud itu adalah pola dan corakan serat serat kertas yang ada dihadapan saya ; maka corakan tersebut memang sangat mengagumkan “.(4)
Gangguan konstriksi atensi pada visual : Simultanagnosia
Holmes dan Horax , memeriksa seorang veteran perang dunia I berumur 30 tahun , dengan bekas luka tembak yang menembus gyrus parieto-oksipital , dan menulis kesimpulannya bahwa pasien hanya dapat melihat satu objek pada satu waktu .(2,3,4)
Coslett dan Saffran , melukiskan bahwa pasien yang ia periksa tidak saja sangat terganggu dengan pola penglihatannya sekarang dimana pasien hanya dapat melihat satu orang pada acara televisi yang pasien tonton , tapi juga pasien sering kebingungan apabila membaca rangkaian kata ; begitu juga pada saat menulis , karena seringkali pasien melihat ujung pensilnya hilang berganti dengan corakan kertas , dan berganti lagi dengan huruf yang ia tulis .
Lebih lanjut , Holmes dan Horax menemukan bahwa pasien sindroma Balient tidak dapat membedakan besar-lecil, panjang-pendeknya sebuah benda , bukan karena tidak dapat memperbandingkannya ,namun lebih karena tidak ada obyek yang dapat dipergunakan sebagai obyek pembandingnya.(3)
Sehingga dapat dikatakan simultanagnosia adalah suatu padanan yang digunakan untuk melukiskan adanya kelainan dalam mengintegrasi suatu pola pandangan . Namun perlu dicatat , bahwa menurut Wolpert , suatu simultanagnosia saja , tidak hanya terjadi pada sindroma balint , karena setiap lesi yang terjadi pada kortek parieto-oksipital sebelah kiri , seringkali menyebabkan simultanagnosia ; sementara Farah mengatakan bahwa simultanagnosia pada sindroma Balint lebih tepat disebut dorsal dan ventral simultanagnosia , yang merupakan suatu kelainan akibat lesi di parieto-oksipital kiri dan menyebar kedaerah lobus oksipital , sehingga pasien pasien sindroma balint yang menderita simultanagnosia , tidak hanya tidak dapat melihat lebih dari satu obyek pada saat yang bersamaan , tapi juga terdapat suatu disorientasi spasial , dimana ia tidak tahu mengenai letak obyek tersebut atau kemana harus mencari keberadaan obyek tersebut .
Disorientasi spasial
Holmes dan Horax mengatakan bahwa disorientasi spasial merupakan tanda utama dari sindroma Balint . Mereka melukiskan , bahwa pada pemeriksaan terhadap seorang pasien yang menderita sindroma Balint , bahwa pasien itu sedang berada beberapa meter dari tempat tidurnya , begitu disuruh kembali untuk merubah arahnya menuju tempat tidurnya ; si pasien berbalik, dengan kebingungan mencari dimana tempat tidurnya ; begitu menemukan tempat tidurnya , dan pada saat ia mulai melangkah ; isi pasien berkata ; bahwa ia harus mencari kembali dimana posisi tempat tidurnya . (8)
Tidak pelak lagi , bahwa kedua gangguan ini (simultanagnosia dan disorientasi spasial ) merupakan suatu masalah yang cukup serius bagi pasien dalam menjalani kehidupannya sehari hari .
Pergerakan mata yang bermasalah
Pergerakan okulomotor yang bermasalah , juga kerapkali timbul dalam sindroma Balint , seperti gangguan fiksasi, sakadik , pergerakan pursuit dan bola mata . Dengan pasien yang tidak dapat mempertahankan fiksasi kedua bola matanya , maka kemungkinan terjadinya sakadik cukup besar , sehingga akan membuat penghayatan persepsi penglihatan yang kacau karena pergerakan bola mata yang kacau .(2,4)
Holmes dan Horax melukiskan , bahwa dalam pemeriksaan pasien mereka ; si pasien dapat memfiksasi pandangannya terhadap satu obyek ; namun apabila tempat dari obyek tersebut di gerakan / diubah / digeser dengan cepat ; maka si pasien akan kehilangan pandangannya terhadap obyek yang bergerak itu , tidak masalah apakah pergeseran itu hanya beberapa derajat .
Ataksia Optik
Pada penderita sindroma Balint , terdapat ketidakmampuan untuk menjangkau obyek . Dalam salah satu tulisannya , Holmes dan Horax melukiskan, bahkan sesaat setelah melihat sendok, pasien tidak dapat melihat lurus ke sendok tersebut, dan saat mencoba menjangkaunya, gerakannya sangat tidak akurat , karena dilakukan dengan cara tangannya meraba raba mencari sendok tersebut, hingga menyentuh sendok . (2,3)
Atau contoh lainnya ; berikan pasien penderita sindroma ini sebuah pensil ; lalu minta kepadanya untuk menggambarkan sebuah titik pada lingkaran yang sudah tergambar diatas kertas . Pasien dengan sindroma Balint tidak akan bisa melakukan hal tersebut , bukan karena ketidaktahuannya akan bentuk lingkaran atau fungsi dari pensil , namun lebih karena ia tidak tahu atau tepatnya tidak dapat melihat bentuk lingkaran .(2)
Kelemahan persepsi
Holmes dan Horax menemukan kelainan ini bersama dengan disorientasi spasial . Dikarenakan pasien pasien dengan sindroma ini , tidak dapat melihat dua benda secara bersamaan , maka iapun tidak dapat memperkirakan benda mana yang lebih besar dari lainnya , benda mana yang paling dekat dengannya ; namun tidak demikian bila ada satu benda yang diperlihatkan kepadanya . Misalnya kita memperlihatkan pensil , maka pasien akan tahu bagian mana yang diatas atau yang dibawah . Ketidakmampuan persepsi tersebut juga berlaku pada bidang warna .(6,7)
Kontribusi hemisfer kiri terhadap pergeseran atensi terhadap obyek yang dilihat
Egly dan kawan kawan melakukan penelitian ini terhadap pasien pasien penderita sindroma Balint . Dari hasil eksperimen mereka didapat hasil bahwa terdapat pergeseran atensi diantara obyek pada lesi lobus parietal khususnya sebelah kiri . Pada pasien pasien denan lesi unilateral didapatkan pergeseran atensi , dimana respon terhadap kontraletaral terhadap lesi lebih besar daripada ipsilateral . Dari hasil penelitian lebih jauh didapatkan hasil bahwa lobus parietal kanan mengurusi pergeseran atensi berdasarkan lokasi , sementara lobus parietal kiri mengurusi pergeseran atensi berdasarkan obyek . Kinerja yang sinergis diantara kedua lobus tersebut , disebabkan adanya jaras jaras neocorteks yang menghubungkannya . Pada lapang pandang kanan dalam penelitian ini , tidak didapatkan suatu kelainan .(6,7)
Terapi dan Prognosis
Terapi yang kita gunakan dalam penatalaksanaan sindroma ini adalah sangat tidak spesifik , dan kesemuanya harus berawal dari penyakit yang mendasarinya . Sehingga apabila underlying desease yang menyebabkannya sudah kita atasi , diharapkan manifestasi klinis yang timbul dapat membaik .
Demikian pula dengan prognosis yang dimiliki , akan sangat tergantung dari underlying desease yang menyebabkan sindroma ini terjadi , namun biasanya dikarenakan pasien sudah dalam stadium lanjut waktu memeriksakan penyakitnya ke dokter , prognosis yang biasanya terjadi adalah buruk .
Kesimpulan
Seluruh gambaran penting dari sindroma in dapat digolongkan dalam 2 bagian besar , yaitu :
1. penyempitan atensi visual terhadap satu obyek
2. berkutangnya akses terhadap representasi topografik yang berasal dari stimulus visual
terhadap lapang pandang dunia luar maupun memori topografik yang menyertainya .
Keadaan tersebut menyebabkan pasien pasien yang menderita sindroma Balint ini akan melakukan :
1. memiliki keengganan untuk mengenali obyek dan lokasinya
2. proses persepsia yang tidak layak
3. tidak berlakunya representasi spasial dan atensi guna mengenali lingkungan luar yang
berhubungan dengannya .
Tidak ada suatu metode terapi yang khusus dapat menyembuhkan sindroma ini kecuali memperbaiki penyakit yang mendasarinya , dan prognosis yang dimiliki juga tergantung dari penyakit yang mendasarinya , namun biasanya buruk
Perbedaan karangan ragam standart dan non standart
Definisi Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan.Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Hal-hal yang menyebabkan timbulnya Ragam Bahasa
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tidak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tidak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Dari sekian banyak ragam bahasa, ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya keragaman bahasa. diantaranya :
• Faktor Budaya atau letak Geografis
• Faktor Ilmu pengetahuan
• Faktor Sejarah
Perbedaan ragam standar, semi standar dan nonstandar. Dilakukan berdasarkan:
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar adalah:
• Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
• Penggunaan kata tertentu,
• Penggunaan imbuhan,
• Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
• Penggunaan fungsi yang lengkap.
Penjelasan
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata Saya atau Aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata Gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh 1:
(a) " Ibu mengatakan, kita akan pergi besok"
(b) "Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok"
Pada Contoh (1a) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki pada Contoh (1b) yang merupakan ragam standar.
Contoh 2:
(a) "Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu."
(b) "Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu."
Kalimat (a) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (b) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pĂ«mbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
Macam-Macam Ragam Bahasa
Ragam bahasa dapat dibedakan menjadi lima. Ada yang disebut ragam baku atau frozen, ragam resmi atau formal, ragam usaha atau konsultatif, ragam santai atau kasual dan ragam akrab atau intimate.
Ragam baku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi khidmat dan upacara resmi. Misalnya, dalam khotbah, undang-undang, akte notaris, sumpah, dsb.
Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, ceramah, buku pelajaran, dsb.
Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, ataupun pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Wujud ragam ini berada diantara ragam formal dan ragam informal atau santai.
Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dangan keluarga atau teman pada waktu beristirahat, berolahraga, berekreasi, dsb. Ragam ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk ujaran yang dipendekkan.
Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau teman karib. Ragam ini menggunakan bahasa yang tidak lengkap dengan artikulasi yang tidak jelas.
Ragam bahasa berdasarkan teknik atau cara pengungkapan nya (Media Pengantarnya atau Sarananya):
1. Ragam Lisan
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah, dan ragam lisan yang non standar, misalnya dalam percakapan antar teman, di pasar, atau dalam kesempatan non formal lainnya.
Contoh Ragam Bahasa Lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
2. Ragam Tulis
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun non standar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
Contoh Ragam Bahasa Tulis :
- Sobat vely sedang membaca surat kabar
- Rangga mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di bogor
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
Ragam Bahasa Berdasarkan situasi dan pemakaian nya: Digunakan Ragam Bahasa Baku.
Terdiri atas :
(1) ragam bahasa baku tulis dan
(2) ragam bahasa baku lisan.
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Ragam Bahasa berdasarkan topik atau pokok pembicaraan meliputi:
• ragam undang-undang
• ragam jurnalistik
• ragam ilmiah
• ragam sastra
Ragam Bahasa berdasarkan teknik atau cara pengungkapan meliputi:
• ragam ekonomi
• ragam psikolog
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri.
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan.Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Hal-hal yang menyebabkan timbulnya Ragam Bahasa
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tidak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tidak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Dari sekian banyak ragam bahasa, ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya keragaman bahasa. diantaranya :
• Faktor Budaya atau letak Geografis
• Faktor Ilmu pengetahuan
• Faktor Sejarah
Perbedaan ragam standar, semi standar dan nonstandar. Dilakukan berdasarkan:
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar adalah:
• Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
• Penggunaan kata tertentu,
• Penggunaan imbuhan,
• Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
• Penggunaan fungsi yang lengkap.
Penjelasan
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata Saya atau Aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata Gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh 1:
(a) " Ibu mengatakan, kita akan pergi besok"
(b) "Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok"
Pada Contoh (1a) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki pada Contoh (1b) yang merupakan ragam standar.
Contoh 2:
(a) "Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu."
(b) "Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu."
Kalimat (a) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (b) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pĂ«mbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
Macam-Macam Ragam Bahasa
Ragam bahasa dapat dibedakan menjadi lima. Ada yang disebut ragam baku atau frozen, ragam resmi atau formal, ragam usaha atau konsultatif, ragam santai atau kasual dan ragam akrab atau intimate.
Ragam baku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi khidmat dan upacara resmi. Misalnya, dalam khotbah, undang-undang, akte notaris, sumpah, dsb.
Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, ceramah, buku pelajaran, dsb.
Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, ataupun pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Wujud ragam ini berada diantara ragam formal dan ragam informal atau santai.
Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dangan keluarga atau teman pada waktu beristirahat, berolahraga, berekreasi, dsb. Ragam ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk ujaran yang dipendekkan.
Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau teman karib. Ragam ini menggunakan bahasa yang tidak lengkap dengan artikulasi yang tidak jelas.
Ragam bahasa berdasarkan teknik atau cara pengungkapan nya (Media Pengantarnya atau Sarananya):
1. Ragam Lisan
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah, dan ragam lisan yang non standar, misalnya dalam percakapan antar teman, di pasar, atau dalam kesempatan non formal lainnya.
Contoh Ragam Bahasa Lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
2. Ragam Tulis
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun non standar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
Contoh Ragam Bahasa Tulis :
- Sobat vely sedang membaca surat kabar
- Rangga mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di bogor
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
Ragam Bahasa Berdasarkan situasi dan pemakaian nya: Digunakan Ragam Bahasa Baku.
Terdiri atas :
(1) ragam bahasa baku tulis dan
(2) ragam bahasa baku lisan.
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Ragam Bahasa berdasarkan topik atau pokok pembicaraan meliputi:
• ragam undang-undang
• ragam jurnalistik
• ragam ilmiah
• ragam sastra
Ragam Bahasa berdasarkan teknik atau cara pengungkapan meliputi:
• ragam ekonomi
• ragam psikolog
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)